Suasana pagi hari di desa selalu
berhasil membangkitkan kenangan masa kecil Satira. Suara anak-anak kecil
bermain di luar rumah, kicau burung di udara dan hiruk pikuk penduduk dengan
aktivitasnya. Satira tengah bersiap pergi ke pasar desa, rutinitas yang
menyenangkan bagi Satira karena di pasar, dia bisa menemukan hal-hal yang unik,
makanan yang sulit dicari di kota. Dengan berjalan kaki, Satira dan Uwak Ina
pergi ke pasar dengan menjinjing keranjang belanja.
“Sekarang,
pasar desa sudah banyak perkembangan ya, Wak”
“Iya,
mulai banyak dibenahi. Tapi, tetap saja penuh. Karena setiap hari banyak saja
yang datang di jam-jam yang sama. Karena kalau kesiangan sedikit, pasti
kehabisan bahan masakan.”
“Satira,
dengar-dengar Elang mau menikah?”
Satira
hampir saja terpeleset mendengar nama itu disebut oleh Uwaknya. Menikah? Elang
menikah? Satira membenak sendiri.
“Aku
belum dengar kabar itu, Wak. Sudah lama juga aku tidak mendengar soal Elang”
Satira berusaha bersikap setenang mungkin meski jauh di dalam hatinya, ia
sangat penasaran dengan kabar itu. Apa benar Elang akan menikah?
“Uwak
juga baru dengar dari gosip-gosip remaja di sini, sih. Biasalah, penggemar
Elang itu.”
“Hahahahaha,
Uwak bisa saja. Elang lebih tenar dari artis Korea sih ya di sini.”
Tawa
itu terasa pahit. Percakapan sepulang dari pasar pagi itu menempel di benak
Satira hingga beberapa waktu, membuat resah dan pikiran terbang ke awang-awang.
Berapa lama ia mengabaikan segala kabar tentang Elang? Kini, ia mendengar Elang
akan menikah. Meski kabar itu masih level
kalangan teman-teman remaja di desanya, namun tetap saja Satira terfikir
sedalam-dalamnya.
Elang.
Sudah berapa lama sejak saat itu, ya?
***
Agustus 2010, 7 tahun yang lalu.
Matahari
pagi belum sepenuhnya muncul di permukaan langit. Adzan subuh baru saja
berkumandang namun keriuhan di sebuah rumah di pinggiran desa saat itu sudah
terjadi bahkan sejak dua malam belakangan. Di kediaman Uwak telah berkumpul
seluruh anggota keluarga. Hari itu, Mas Seno, sepupu tertua Satira akan
melangsungkan pernikahannya. Tak terkira kebahagiaan bercampur haru menyelimuti
langit-langit rumah. Segala persiapan mulai dari dekorasi, masakan untuk para
tamu, hisasan pelaminan dan berbagai keperluan hari pernikahan telah disiapkan
dengan matang. Satira sedang duduk bersama dengan Mbak Ita, calon pengantin
wanita yang sedang duduk dibangku rias sambil duduk menuruti perintah tukang
riasnya.
“Dek, Tira. Mbak Ita bisa minta
tolong sama kamu, ndak?”
Mbak Ita yang sedang dirias wajahnya
dengan riasan pengangtin itu, tiba-tiba saja berbicara padaku yang sedang asyik
memperhatikan wajah ayunya dibalut make up pengantin.
“Oh iya, Mbak Ita. Ada apa, Mbak?”
“Tolong telepon ke temannya Mas
Seno. Namanya Elang, dia katanya mau datang dari Jakarta. Mbak nitip souvenir
ke dia, coba tolong tanyakan apa dia sudah datang dari Jakarta?”
Aku merasa tidak asing dengan nama
itu. Seingatku, Mas Seno pernah beberapa kali menyebut nama Elang saat
berbincang denganku setiap kali aku dan Mas Seno curhat-curhatan.
“Elang yang rumahnya nggak jauh dari
sini itu kan, Mbak?” Aku bertanya memastikan, iseng.
“Iya, kamu kenal ya dek?”
“Eh, enggak sih Mbak. Cuma pernah
dengar namanya saja.”
“Wah, kalau gitu nanti Mbak kenalin,
ya. Dia manis, lho. Jomblo pula.” Mbak Ita berseloroh sambil meledek Satira
yang bengong tiba-tiba.
“Opo toh, Mbak Ita ini.
Mentang-mentang aku jomblo, main kenal-kenalin aja. Nanti kalau baper beneran
gimana hayoo..”
“Lhoo, kamu kok serius. Mbak kan
Cuma bercanda.” Mbak Ita tertawa terbahak semakin senang karena berhasil
meledek Satira yang kini garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
“Ehem. Jangan banyak gerak dulu toh
Yayu pengantin, nanti riasanmu berantakan lagi ini.” Mbak Ani perias pengantin yang sedang sibuk dengan
pekerjaannya ikut berseloroh megingatkan Mbak Ita untuk tidak terlalu banyak
bercanda selagi dirias.
Selanjutnya Satira yang tertawa
terbahak, “Mbak Ita bandel, mau jadi pengantin masih ngeledek aja.”
Mbak Ita mendelik ke arah Satira,
sambil mengisyaratkan “jadi mau nolongin aku buat nelepon Elang atau terus mau
ngetawain, dek?”
‘Iya, iya. Aku telepon Elang
sekarang yaa, Mbak pengantinku.”
Satira beringsut mengambil handphone
Mas Seno yang tergeletak di atas meja rias di hadapan Mbak Ita. Sambil duduk di
depan jendela kamar pengantin itu, Satira mencari-cari nomor kontak Elang di
handphone yang sedang digenggamnya.
Manusia Elang.
Satira tertawa sembari berujar dalam
hati. “Ini orang namanya aneh banget. Memangnya dia seganas burung Elang?” Satira
bergidik. Jangan-jangan, dia juga bukan pemakan nasi.
“...Aku
slalu bernyanyi
Lagu yang
engkau ciptakan
Kau
nyanyikan...”
“...Kau jadi
inspirasiku..
Semangat
hidup
Di kala aku
sedih, di kala aku senang
Saat sendiri
dan ke..”
“Hallooow, siapa ini? Kalau mau
nyanyi, jangan sambil nelepon. Berisik!!”
Satira
terkejut mendengar suara di seberang telepon. Sambil menepuk keningnya, ia baru
tersadar sejak tadi larut ikut menyanyikan lagu yang ada di nada sambung nomor
telepon yang dihubunginya.
“Emm.
Maaf salah sambung.”
Tuut...tuut.
Satira bergegas mematikan sambungan telepon dengan masih berdiri terpaku
menahan rasa malu. Sementara di depan meja rias, Mbak Ita tertawa terbahak
memperhatikan Satira yang salah tingkah, sejurus kemudia Mbak Ani perias wajah
ikut terpingkal. Kali ini tidak ada larangan tertawa karena tugas meriasnya
sudah selesai.
Mbak
Ita nampak anggun dengan balutan busana pengantin yang kini sudah terpasang
sempurna. Masih tersenyum menatap Satira yang tertegun di hadapannya.
“Mbak
Ita cantik bangeet..ini beneran Mbak Ita?”
“Memangnya
kamu fikir siapaa, dek?”
“Eh,
Mbak. Terus gimana soal souvenirnya. Maaf ya, aku tadi malu. Jadi kututup
teleponnya sebelum nanya ke teman Mas Senomu itu.”
“Hahaha.
Iya dek, ndak apa-apa. Tadi kamu asyik nyanyi, sampai ndak sadar Mas Seno masuk
ke kamar ini dan ngasih tau Mbak kalau Elang sudah ada di depan membawa
souvenir pesananku.”
“Oh.
Hehehe. Masa sih, Mbak. Aku jadi malu.”
Satira
menyeringai malu.
*bersambung
#30DWCJilid5 #Day3
*bersambung
#30DWCJilid5 #Day3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir di blog aku dan membaca tulisan-tulisanku......Silakan tinggalkan jejak kamu di kotak komentar di bawah ini ya..........
*Salam Blogger :-)