Sabtu, 17 Desember 2016

Hujan di Hati Dara (Day 17 - Days Writing challenge Jilid 3 - Tema Masa Lalu - Refleksi)


Rintik gerimis menetes manja di pagi hari yang sendu. Tetes demi tetes air hujan itu mengalir di kaca jendela bus kota. Dara duduk bersandar disalah satu kursi bus tersebut sambil melihat suasana jalan raya yang lengang. Beberapa hari ini hujan mengguyur kota Jakarta hampir sepanjang hari, dari tengah malam hingga malam lagi, menyisakan rintik-rintiknya hingga pagi hari ini.



Dara tersentak dari lamunannya ketika merasa ada yang menyapa. Rupanya kondektur bus yang ingin meminta ongkos perjalanan Dara. Dara membuka tas dan menyambil selembar uang lima puluh ribuan kemudian menyerahkannya pada kondektur tersebut.


“Kemana Neng ?” Kondektur itu menanyakan tujuan Dara untuk memastikan tarif ongkos yang dikenakan.
“Bandung, Pak” Dara menyebutkan tujuannya. Kondektur tersebut kemudian menyerahkan uang kembalian kepada Dara.


Sejenak kemudian Dara kembali larut memandangi bayang-bayang gerimis diluar jendela bus. Lamunannya sampai pada percakapannya dengan Reihan dua hari yang lalu lewat telepon.


“Sampai kapan kamu mau menghindariku, Mas ?”  Tanya Dara setelah berbasa-basi yang tak diacuhkan oleh Reihan
Lelaki yang dipanggil “Mas” itu tetap diam tak menjawab satu katapun.
“Mas…jawab aku.” Dara meminta dengan lirih dan putus asa. “kita harus bicara, kamu tidak bisa terus-terusan diam begini. Aku berhak mendengar penjelasanmu Mas..”


“Maaf Ra, Aku masih lelah baru tiba dari luar kota. Aku belum bisa membicarakan masalah ini sekarang”  Jawab Reihan. Suaranya terdengar berat.
“Ya sudah, kamu istirahat dulu saja. Aku minta tolong kabari Aku kapan kita bisa ketemu, kita perlu bicara.” Pinta Dara dengan tulus.


“Hari minggu Aku libur, kamu kesini saja ya.”
“Oke, Aku kesana kalau Aku sehat”. Jawab Dara akhirnya, mengalah.


Itulah kenapa sepagi ini Perempuan itu sudah berada di dalam bus yang menuju kota Bandung, tempat Reihan tinggal. Reihan adalah kekasih Dara, empat tahun lebih  mereka saling mengenal dan sejak itu Dara meletakkan Reihan diatas singgasana tertinggi hatinya dalam naungan cinta dan rindu yang terpatri indah. Begitupula Reihan, yang menyetiai Dara didalam hatinya. Cintanya yang lembut, terjaga dan menjadi satu-satunya yang Dara impikan untuk direnanginya hingga kelak takdir yang menentukan kemana cinta mereka bermuara.


Bukan dengan mudah Dara bertahan selama ini menjadi orang terdekat bagi Reihan. Setiap orang pasti menginginkan kisah cinta yang sempurna. Bertemu tersipu malu, saling mengenal kemudian jatuh cinta, memahami satu sama lain, menikah, membentuk keluarga bahagia sampai akhir hayat. Happy ending.


Begitu pula dengan Dara, sejak kecil ia memimpikan kisah cinta seindah itu dan kini ketika sudah menjelma sebagai gadis dewasa, kepada Reihanlah mimpinya tersangkut.


“Hubungan kita sekarang bagaimana, Mas?” Dara bertanya sambil menunduk, tak berani menatap Reihan yang duduk dua meter disampingnya.


Setengah jam yang lalu saat Dara tiba, Reihan yang baru terjaga dari tidurnya setelah Dara berusaha membangunkannya lewat telepon-kebiasaan yang selalu saja terjadi jika Dara datang berkunjung- langsung membukakan pintu. Selebihnya hanya senyap, Reihan keluar membeli makan siang untuk mereka berdua dan seperti biasa mereka makan bersama. Bedanya kali ini mereka saling diam, tak ada celoteh cerita dan canda tawa seperti hari-hari biasanya jika mereka bertemu. Dan pertanyaan itulah yang langsung Dara utarakan kepada Reihan, pertanyaan tentang kelanjutan hubungan mereka yang semakin hambar.


“Menurutmu bagaimana?”
Dara bungkam tak menjawab, masih menunduk kelu. Dara merasa firasatnya akhir-akhir ini lagi-lagi tak salah. Dara menghirup aroma kabar buruk tentang kelanjutan hubungan mereka.
“Keluarga besarku tidak menyetujui hubungan kita Ra. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika perkaranya sudah sampai ke keluarga besar”


Dara diam. Ada perih menyayat relung hatinya yang terdalam. Sejak empat tahun yang lalu Dara tahu orangtua Reihan tidak suka Reihan menjalin hubungan dengannya. Sejak dua tahun yang lalu Dara tahu Reihan hampir menyerah dan sempat meninggalkannya meskipun kemudian Dara bisa meyakinkannya untuk berusaha menyentuh hati orangtuanya lagi.


Dan 8 bulan yang lalu tepat idul fitri ketika Dara dan Reihan memberanikan diri menghadap orangtua Reihan untuk meminta restupun pada dasarnya Dara sudah tahu masalah ini. Saat itu dihadapan keduanya, orangtua Reihan berterus terang  menolak Dara ketika Reihan mengajukan permohonan restu dan memperkenalkan Dara sebagai orang yang Reihan pilih sebagai calon istrinya. Alasannya karna pernah terjadi konflik antara orang tua Dara dan orang tua Reihan yang memang satu desa. Terngiang  ditelinga Dara semua pernyataan dari ibunya Reihan kala itu.


“Bukan Ibu tidak suka padamu Nak Dara, tapi kami hanya tidak merasa cocok pada keluargamu. Sementara, pernikahan itu bukan semata untuk dua orang, tapi juga penyatuan keluarga. Kalau sudah tidak ada kecocokan disatu pihak, kedepannya tidak akan baik.”


“Tapi kami berdua yang akan menjalaninya, Mah. Reihan selama 4 tahun ini bisa dekat dengan Dara, itu karna Reihan tahu Dara baik, Dara sangat menyayangi Reihan, Mah. Mamah bisa lihat, Dara datang sendirian dari Jakarta tanpa ditemani keluarganya, untuk bertemu dengan mamah dan bapak, supaya mamah dan bapak bisa mengenal Dara dengan lebih baik dan yakin bahwa Dara serius punya niat baik pada Reihan.” ujar Reihan dengan lembut.


Pertemuan malam itu hasilnya memang negatif. Orang tua Reihan dengan jelas melarang Reihan melanjutkan hubungan dengan Dara. Tapi Reihan saat itu tidak menyerah, Dia yakin bahwa baik dirinya maupun Dara masih punya kesempatan dan masih punya banyak waktu untuk berusaha, jalan masih panjang, mereka pasti bisa meyakinkan orangtua Reihan untuk merestui hubungan mereka.


 “Ra, kamu mikir apa ?” Reihan bertanya membuyarkan lamunan Dara tentang pertemuan dengan orang tua Reihan beberapa bulan yang lalu.
“Jadi sekarang kamu menyerah, Mas?”
“Aku sebagai seorang anak, pada akhirnya tetap harus menuruti orang tuaku. Kalau kamu di posisiku, menurut kamu apa yang akan kamu lakukan, Ra ?”


Dara berusaha mendengarkan penjelasan Reihan sebaik mungkin. Dara juga sebenarnya tak ingin egois, Dara tahu pengorbanan Reihan selama ini dimarahi oleh orang tuanya bahkan pernah dijuluki anak durhaka karna selalu saja membela Dara didepan orangtua Reihan, itu bukan hal yang mudah. Dara pun tidak menginginkan hubungan Reihan dengan orang tuanya sendiri  semakin memburuk. Meski disisi lain Dara sangat takut kehilangan Reihan dan Dara berharap Reihan tetap mempertahankan cinta mereka.


Dara merasakan pedih dihatinya semakin merambat ke syaraf matanya yang dengan cepat menimbulkan genangan air bersiap mengalir dari kelopak mata. Namun Dara tak ingin Reihan melihatnya menangis, otaknya memerintah agar Dara memalingkan wajah atau pergi meninggalkan Reihan saat itu juga namun tubuhnya berkhianat. Berhambur Dara memeluk Reihan dan berharap Reihan akan mengerti kemudian akan menenangkan Dara seperti biasanya jika Dara menangis. Tapi kali ini Reihan menghindar, ia berusaha menjauhkan dirinya dari pelukan Dara, namun perempuan itu menolak. Dara menangis semakin keras. Sungguh Dara sangat takut kehilangan Reihan karna Dara teramat mencintai lelaki dalam pelukannya itu.


“Sudah Ra, Aku yakin kamu bisa bahagia tanpa Aku. Carilah kebahagiaanmu yang lain, Aku yakin kamu punya tongkat untuk berdiri tegak tanpa Aku.”
“Kamu satu-satunya tempatku bersandar Mas, apa jadinya hidupku tanpa kamu. Tidak akan mudah untuk Aku melepaskan kamu”.
“Semua tidak akan mudah Ra, tidak akan mudah juga untuk Aku”
“Lalu kenapa, Mas ? kenapa ?” Dara berang dan melepaskan pelukannya


Reihan menatap Dara lekat. “Aku tahu kamu sangat menyayangiku Ra, Aku tahu kamu tulus. Tidak ada masalah dengan diri kamu”. Reihan kemudian merengkuh Dara kembali dalam pelukannya. Tak elak Dara pun kembali menangis.


“Lalu kenapa Mas ?” Dara mengulangi pertanyaannya disela-sela isak tangis yang mulai mereda
“Masalahnya Cuma satu Ra, kita tidak ditakdirkan untuk bersatu. Tidak bisa, Ra. Kalaupun kita memaksakan diri menikah, keluargaku tidak akan datang, Aku akan menikahimu sendiri. Orang tuaku tidak akan mengakui pernikahan kita dan terlebih mereka tidak akan mengakui kamu. Tidak akan ada kebahagiaan dalam pernikahan yang tidak diridhoi oleh orang tua, Ra. Aku mohon mengertilah. Kebahagiaan macam apa yang bisa aku berikan dari pernikahan yang tidak diakui keluarga, kamu hanya akan tertekan didalamnya, Ra. Aku sudah kehilangan keluarga aku saat ini Ra, kalau Aku memaksakan diri menikahi kamu, Aku semakin terbuang dan kamu juga tak ada artinya lagi dihadapan mereka”


Penjelasan Reihan membuat Dara semakin kelu. Dara tak tahu harus berkata apa. Ya Tuhan, benarkah apa yang Reihan katakan ? Batin Dara membenak. Sakit sekali rasanya hati Dara mendengar pernyataan Reihan itu. Bagaimana ini Tuhan, keluhnya didalam hati. Seandainya semudah itu Dara bisa mengikhlaskan semuanya. Seandainya Dara saat ini hanya membela perasaannya semata, mungkin tak sesulit ini akhirnya.


Dara tak ingin seegois ini menuntut Reihan dan menyakitinya dengan membuat lelaki yang dicintainya itu bermasalah dengan keluarganya. Sungguh hanya dirinya, Reihan dan Tuhan yang tahu kesalahan apa yang sudah dia dan Reihan perbuat dalam hubungan mereka. Mereka telah menodai cinta mereka dengan melakukan hubungan terlarang yang paling Tuhan benci.  Sekarang mereka terjebak dalam kondisi yang sangat pelik. Seandainya kejadian itu tak pernah ada. Kejadian yang merenggut kesucian Dara sebagai seorang wanita oleh kekasihnya sendiri-Reihan.


“Ya Tuhan, bagaimana bisa Aku rela begitu saja melepasmu Mas,  sementara bayang-bayang gelap masa depanku jelas terpampang didepan mata. Membayangiku siang dan malam, menimbulkan rasa takut untuk menyongsong kehidupan jika harus tanpamu. Ooh Tuhan, apakah ini hukuman untuk aku yang lalai menjaga diriku dan membiarkan kesucianku terenggut hanya demi cinta?” Ungkap Dara yang kemudian menangis semakin jadi dan berontak dari pelukan Reihan. Dara merasa sangat marah pada Reihan yang dianggapnya tak mau bertanggung jawab.


“Kamu jahat , Mas. Kamu tak punya hati. Tak terfikirkah olehmu bagaimana masa depanku ? Aku sudah rusak, satu-satunya yang harus bertanggung jawab adalah kamu.”
Reihan menangkupkan kedua tangannya didada seraya mengucap maaf tanpa suara.


“Aku tidak bisa, Mas. Aku tidak bisa begitu saja ikhlas melepas kamu. Aku akan ceritakan apa yang sudah kamu lakukan padaku ke orangtua kita, supaya orangtua kita tahu dan terutama agar orangtua kamu tahu kenapa Aku sangat menginginkan mereka menerimaku” Aku berujar dengan lantang menahan geram.


“Masalahnya bukan itu Ra, bukan cuma tentang kita berdua. Bagaimanapun juga, sejak awal kita sudah salah langkah. Tidak ada yang bisa diperbaiki dari sesuatu yang sudah terlanjur salah. Kamu mau ceritakan aib kita pun percuma. Kita akan semakin memperburuk keadaan dan tetap saja kamu tak akan bahagia, Ra. Harga diri kamu akan semakin terkoyak dihadapan keluarga kita. Kalaupun setelah itu terpaksa mereka menikahkan kita, kamu hanya akan mendapat ragaku karna hatiku tetap untuk kedua orangtuaku. Terserah kamu kalau memang kamu mau menuntut pertanggung jawaban itu ke orangtuaku, tapi aku pastikan itu bukan cara terbaik.”


“Lalu apa cara terbaiknya, Mas ? kenapa akhirnya hanya aku yang berkorban tak bersisa?”
“Kamu akan jauh lebih bahagia dengan selain Aku Ra, karna Aku tak akan bisa membahagiakan kamu sepenuhnya.”


Reihan terlihat semakin melemah, dia terpaku lama dalam diamnya dan tak lama raut wajahnya berubah menjadi sangat murung, memerah matanya. Tak sampai hitungan menit air matanya meleleh dan ia terisak. Dara tersentak ketika menyadari Reihan menangis. Dalam isakannya Reihan hanya berkali-kali berkata tentang maaf dan berujar bahwa sepenuhnya ia yang salah dan tak mampu berbuat apa-apa lagi untuk hubungan mereka. Dara terenyuh. Sendi-sendinya lemas dan hatinya terkoyak perih.


Bagaimanapun juga, Reihan adalah lelaki yang teramat dicintainya sepenuh hati. Dara tak pernah ingin menyakiti lelakinya, membuat Reihan menangis seperti ini sama saja dengan menyayat dirinya sendiri. Dara merasakan perih yang teramat sangat saat melihat air mata Reihan tumpah dan isakannya yang semakin pilu. Dara kembali berhambur memeluk Reihan, membisikkan tentang jangan menangis dan kalimat menenangkan lainnya.


Saat itu Dara merasa bahwa tak seharusnya ia membebani Reihan sedalam ini, meski keputusan yang Reihan ambil itu sangat menyakiti hati Dara, namun  tak seharusnya Dara menuntut Reihan sekeras ini. Tak ada yang harus bertanggung jawab diantara mereka karena kesalahan ini milik mereka berdua. Ada resiko tersendiri yang sudah seharusnya menjadi bagian yang Dara terima dan pertanggung jawabkan.


“Aku sangat menyayangi kamu, Mas. Sangat. Aku bertahan mendampingimu sejauh ini dan berharap kamu juga mempertahankanku, tak lain hanya agar kita bisa kembali mewujudkan mimpi kita untuk hidup bersama, Aku tak ingin kau dengan orang lain, Aku sangat menginginkan kamu. Kamu satu-satunya mimpi yang Aku utamakan untuk bisa Aku gapai. Hidup denganmu adalah cita-citaku yang paling tinggi. Karna itulah Aku tak mau kita mengakhiri hubungan kita, Aku ingin hidup bersamamu seperti mimpi kita.”


Reihan yang sudah lebih tenang hanya menunduk diam mendengarkanku.


  “Tapi Aku hanya manusia, kita hanya manusia. Bukan kita yang menentukan takdir hidup kita. Selama ini Aku bertahan karna kamu masih mau bertahan dan berusaha, jika pada akhirnya kamu menyerah, maka tak ada yang bisa aku pertahankan lagi. Tak ada yang bisa Aku lakukan lagi. Jika memang dengan melepasmu adalah cara terbaik untuk membuktikan cintaku, Aku tak ada alasan lagi untuk melarangmu pergi. Akupun akan tersiksa jika harus melihatmu kehilangan keluargamu. Aku tak ingin kebahagiaan kita menyakiti orangtuamu. Aku ikhlas, Mas. Maafkan Aku yang tak mau mengerti. Baiklah jika memang Aku harus merelakanmu, berbahagialah dengan pilihan orangtuamu.”



Dara melihat dengan jelas gurat-gurat kesedihan diwajah Reihan. Dara tahu, lelaki itu sebetulnya tak menginginkan ini. Dara tahu Reihan pun terluka.  Sesegera mungkin Dara bangkit berdiri dan pamit. Reihan berusaha menahannya namun Dara tetap melangkah meninggalkannya.


Saat itu Reihan merasa hampa, sebelah hatinya seolah turut pergi bersama Dara. Dara yang sangat ia cintai, namun Reihan pun menyadari sulit baginya mempertahankan Dara saat ini. Cinta memang tak bisa dijadikan alasan untuk sebuah keharusan memiliki. Tanpa memilikipun, cinta tetaplah cinta. Tak berubah namanya, tak ada bedanya bentuk dari perasaan cinta itu. Reihan yakin, jika memang mereka ditakdirkan untuk bersama, sekuat apapun penghalang diantara mereka, takkan sanggup menjadi pemisah.


Saat ini Reihan hanya masih merasa terlalu takut menentang keluarganya. Reihan yakin kebahagiaan lain akan menghampiri hati Dara yang suci, jikapun pada akhirnya benar-benar takdir tak berpihak pada mereka berdua. Tak seharusnya Dara semakin menderita dengan hidup bersamanya yang tak berdaya bahkan untuk menentukan hidupnya sendiri saat ini. Reihan sangat menyadari itu, bukan karna dia tak mau mempertahankan Dara.


Adalah kebahagiaan Dara dimasa depan yang lebih Reihan utamakan. Dan kebahagiaannya adalah dengan melepaskan Reihan pergi bersama kenangan-kenangan mereka. Karna sampai kapanpun, hanya akan ada derita jika Dara masuk kedalam keluarga Reihan yang keras hatinya. Reihan tak sanggup jika harus menyaksikan wanitanya itu menderita seumur hidup dalam pernikahan tanpa restu. Reihan sangat mengenal bagaimana karakter orangtuanya yang keras itu. Takkan mudah membalik keputusan mereka meskipun Reihan memaksakan diri untuk tetap menikahi Dara.


Keluarganya justru akan semakin membenci mereka, dan karna itulah Reihan lebih memilih meninggalkan Dara saat ini. Meski disisi lain hatinya hancur berkeping-keping kehilangan wanita yang teramat dicintainya. Perlahan mungkin saja hati orangtuanya berubah, jauh didalam hatinya Reihan masih berharap akan kemungkinan itu. Seperti yang selalu ia tekankan pada hatinya sendiri ketika merasa lemah. Bahwa Tuhan adalah sebaik-baik perencana kehidupan manusia bahkan jauh sebelum manusia itu dilahirkan kedunia. Tak ada yang harus dikhawatirkan mengenai masa didepan sana yang belum bisa dilihatnya, karna apapun yang Tuhan rencanakan adalah pasti yang terbaik.



Tiga tahun kemudian….........


Dara berjalan perlahan dibawah rinai gerimis hujan malam itu. Hatinya yang semula remuk redam setelah kisah percintaannya dengan Reihan berakhir, berangsur membaik. Tak ada lagi sisa-sisa kemarahan yang nampak, pun rasa benci terhadap lelaki itu. Semua terkikis begitu saja berkat kegigihan Dara sendiri dalam membangun kembali rasa percaya diri dan berupaya berdamai dengan masa lalunya.


Baginya, Reihan tetaplah lelaki lembut hati yang sanggup mengisi relung terdalam dihatinya. Takkan berubah kenyataan itu meski kini mereka tak lagi bersisian. Dara yakin inilah sebaik-baik keputusan untuk mereka berdua. Inilah sebaik-baik pilihan bagi Dara, melanjutkan hidup dengan mimpi-mimpi baru yang semakin cemerlang. Biarlah hujan menghapus gelap yang pernah ada membayangi kehidupannya. Biarlah rona pelangi dan pendar cahayanya yang menggantikan derasnya hujan dihati mereka yang terluka.


Sejatinya kehidupan tetap berjalan sesuai dengan lika-likunya. Seperti air hujan yang turun ke bumi lalu mengalir berkelok mengikuti kemanapun arus membawanya pergi. Menyesuaikan diri ketika melewati kelokan yang sempit, menghantam dengan gagah ketika bertabrakan dengan bebatuan, terjun bebas jatuh terpelanting ketika menemui jurang tinggi, namun tetap kembali meneruskan perjalanannya sampai ke muara.


Begitulah yang Dara pahami tentang kehidupannya di masa lalu. Masa-masa itu telah jauh tertinggal dibelakang, dan kini Dara bersama hatinya yang baru harus segera bersiap dengan kebahagiaan yang tanpa pilih kasih telah Tuhan persiapkan.

Anna Pryana
17 Desember 2016

#30DWCJilid3
#30dayswritingchallenge
#day17
#17desember2016

7 komentar:

  1. Terima kasih sudah mampir, kak Dthe :)

    BalasHapus
  2. Ka Anna ... keren banget .. ��

    BalasHapus
  3. Terima kasih, Kak Ayuni. Terima kasih sudah mampiiir. :)

    BalasHapus
  4. Lah aku sedih ya bacanya 😭😓

    BalasHapus
  5. Gak mau berhenti baca, gak terasa udah di akhir kata. Keren 😊 Sedih sih kisahnya tapi pelajarannya berharga.

    BalasHapus
  6. Gak mau berhenti baca, gak terasa udah di akhir kata. Keren 😊 Sedih sih kisahnya tapi pelajarannya berharga.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir di blog aku dan membaca tulisan-tulisanku......Silakan tinggalkan jejak kamu di kotak komentar di bawah ini ya..........

*Salam Blogger :-)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...